Anak Batuk Kering di Malam Hari, Bisa Jadi Asma!

JANGAN anggap remeh jika anak Anda menggaruk dadanya karena gatal atau batuk kering pada malam hari. Jangan anggap itu batuk biasa atau gatal biasa. Itu adalah gejala dari penyakit asma.
 Asma sendiri berasal dari kata "asthma" (bahasa Yunani) yang berarti "sukar bernapas". Menurut dr Lucky Azizah B, SpPD, KGH dari Jakarta Medical Center, Jakarta Selatan, asma adalah penyakit paru dengan beberapa karakteristik, seperti obstruksi/sumbatan saluran napas yang reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan, adanya inflamasi pasien, dan peningkatan respon saluran napas terhadap berbagai rangsangan.

Frekuensi asma di Indonesia cukup banyak dan jumlahnya bervariasi yaitu 5-7 persen. Bahkan ada yang 3-10 persen, tergantung pada daerah masing-masing.

Faktor Pencetus dan Gejala
Dulu asma dibedakan menjadi dua bagian. Pertama, alergi atau akstrinsik dan kedua, non-alergik atau intrinsik.

Menurut dr. Lucky, asma alergi itu muncul pada waktu anak-anak dan mekanisme serangannya melalui reaksi alergi tipe 1 terhadap alergen (zat penyebab alergi). Sedangkan asma dikatakan asma intrinsik jika tidak ditemukan tanda-tanda reaksi hipersensitivitas terhadap alergen.

Faktor pencetus asma sendiri bisa debu atau pun udara dingin. Bahkan ada pula karena bulu binatang, asap rokok, tungau, kapuk, dan berbagai zat alergen lain, baik yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui.

"Penyakit ini merupakan penyakit keturunan. Jika salah satu atau kedua orang tua, kakek atau nenek menderita asma, bisa diturunkan pada si anak atau cucunya," terangnya.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah inflamasi dan respons saluran napas yang berlebihan. Asma saat inipun dipandang sebagai penyakit inflamasi juga ditandai dengan adanya kalor atau panas karena vasodilatasi, tumor/pembengkakan karena eksudasi plasma dan edema (pembengkakan), dolor atau rasa sakit karena rangsangan sensoris, dan function laensa atau fungsi yang terganggu.

"Baik asma alergi maupun non-alergik dijumpai adanya inflamasi dan hiperaktivitas saluran napas," sambungnya.

Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbatas pada gejala dan hanya mengalami serangan sesak napas yang singkat dan ringan yang terjadi sewaktu-waktu.

"Ada juga yang mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat. Tapi mengi juga bukan berarti asma. Bisa juga karena penyakit paru lainnya," katanya.

Serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba, ditandai  dengan napas yang berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk, dan sesak napas. Bunyi mengi terdengar ketika penderita menghembuskan napasnya. Biasanya penderita asma akan mengalami sesak di dada. Serangan juga dapat berlangsung beberapa menit atau bisa sampai beberapa jam, bahkan beberapa hari.

Karena penyakit ini merupakan penyakit keturunan, penyakit ini dapat juga menyerang anak-anak. Gejala awalnya berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering pada malam hari atau ketika melakukan olahraga.

Diagnosis dan Pengobatan
Diagnosis asma berdasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi, atau rasa berat di dada. Tapi terkadang pasien hanya mengeluh batuk-batuk yang umumnya timbul pada malam hari atau ketika sedang berolahraga. Adanya penyakit alergi yang lain pada pasien maupun keluarganya, seperti rhinitis alergi dan dermatitis atopik, dapat membantu diagnosis asma.

Tujuan pengobatan penyakit asma adalah membebaskan penderita dari serangan penyakit asma. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengobati serangan penyakit asma yang sedang terjadi atau mencegah agar jangan sampai terjadi serangan asma lagi.

Menurut dr Lucky, penyakit asma tidak bisa sembuh secara total. Tapi, paling tidak, bisa sembuh dalam jangka waktu yang lama dengan cara menghilangkan gejala yang berupa sesak napas, batuk atau mengi. Obat-obatan bisa membuat penderita asma menjalani kehidupan normal. Pengobatan segera untuk mengendalikan serangan penyakit asma berbeda dengan pengobatan rutin untuk mencegah serangan penyakit asma.

Obat tersebut terdiri atas golongan bronkodilator dan golongan kortikosteroid sistemik. Bronkodilator artinya obat dapat melebarkan saluran dengan jalan melemaskan otot-otot saluran napas yang sedang mengkerut. Sedangkan kortikosteroid adalah obat antialergi dan antiperadangan yang diberikan dengan tujuan sistemik, yaitu disalurkan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.

Ada pula sekelompok penderita yang, setelah mendapat serangan asma, hampir tidak pernah mengalami masa bebas gejala penyakit asma. Keadaan seperti inilah yang disebut kronis. Keadaan ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. "Obat asma yang aman adalah yang berbentuk spray karena itu bersifat lokal dan memiliki dua fungsi. Pertama, mencegah serangan atau maintenance (dosis pemeliharaan) biar tidak kambuh. Kedua, dapat digunakan untuk serangan akut," terang dr. Lucky. Jika pasien mengalami serangan asma kronis, sebaiknya diberi obat minum.

Bronkodilator, khususnya agonis beta 2 hirup, merupakan obat antiasma pada serangan asma, baik dengan MDI (Metered Dose Inhaler) atau nebulizer. Pada serangan asma ringan atau sedang, pemberian aerosol 2-4 kali setiap 20 menit cukup memadai untuk mengatasi serangan. Sedangkan kortikosteroid sistemik diberikan jika respons terhadap agonis beta 2 hirup tidak memuaskan. Dosis prednisolon antara 0,5-1 mg/kkBB atau ekuivalennya. Perbaikan biasanya terjadi secara bertahap. Oleh karena itu, pengobatan dilakukan terus selama beberapa hari.
(Koran SI/Koran SI/ftr)

0 komentar:

Posting Komentar